Skeptisme Dibalik Tembok Oganisasi

JANGAN TUNTUT RUMAH MU DAPAT MENEDUHKAN BANYAK ORANG, SEBELUM KAU SENDIRI BENAR-BENAR MAU BERTEDUH DIDALAMNYA
Tembilahan, 7 September 2018


Tulisan ini ditujukan untuk menumbukan rasa kesadaran terhadap pentingnya sikap komplementer dalam berorganisasi. Sebab sikap komplementer merupakan suplemen yang dapat menguatkan kebersamaan dan solidaritas yang sejak dahulu sudah menjadi identitas kita.

Semacam beton dan besi dalam suatu kontruksi, kedua-duanya saling melengkapi. Beton memikul gaya tekan, dan besi memikul gaya tarik. Akibatnya satu kesatuan itu mampu memikul beban yang berada diatas. Tentu kita bisa bayangkan, bila hanya beton atau besi saja yang direncanakan dalam suatu kontruksi. maka sejak awal kita sudah perkirakan, kalau kontruksi tersebut bakal rubuh terlebih dahulu sebelum perencanaan selesai dikerjakan.

Menumbuhkan sikap Komplementer tentu bermula dari diri sendiri, kita mesti menyadari kalau diri kita punya kelebihan dan kekurangan. Kekurangan kita bakal dilengkapi oleh orang lain dan kelebihan kita melengkapi kekurang orang lain.  Begitulah seharusnya kita menyikapi dinamika dalam berorganisasi.

Perlu diketahui Organisasi/Forum ibarat rumah, tidak mungkin orang berbondong-bondong mau datang berteduh, bila kita yang ada didalamnya saja masih bersikap skeptis. Kita masih ragu dengan hunian kita, kita masih takut kalau sewaktu-waktu hunia ini bakal rubuh. Kita tidak yakin kalau orang-orang bakal merasakan nyaman didalamnya. Lantas apa guna kita berdiam diri didalam rumah yang memberikan rasa keragu-raguan? tentu tidak demikian cara kita berfikir. Sebab sampai detik ini kita masih sadar, bahwa keraguan-raguan itu adalah imbas dari rasa cemas yang berlebihan. Harusnya rasa cemas itu yang mesti kita binasakan terlebih dahulu dari pikiran, sehingga sikap skeptis tidak lagi mampu menguasai jalan pikiran kita.

Sayangnya tidak sepenuhnya kita bisa menguasai rasa cemas, reaksinya kita menebarkan kecemasan itu terhadap semua orang.  Bahkan lebih parahnya lagi, kita menuntut orang-orang agar dapat mengembalikan ulang keyakinan kita terhadap rumah kita sendiri. Dengan harapan supaya rasa cemasnya bisa hilang. Tentu sikap yang demikian sangat tidak dianjurkan dalam berorganisasi. Maka dari itu berhentilah bercemas ria, sudah saat nya kita percaya dengan rancangan rumah kita sendiri. Tebarkan rasa kenyamanan ke semua orang, agar orang-orang meyakini, kalau kita memiliki rumah kokoh yang dapat mereka huni kapanpun.

Saya kasih semacam metafor, seorang desaigner menyuruh rekannya untuk merancang hunian yang bagus dan kokoh agar dia merasa nyaman untuk menempati, padahal sebenarnya dia punya waktu luang untuk mendesaignnya sendiri. Namun dia tidak mau mengerjakan. Artinya ada dua kemungkinan dibalik fenomena tersebut; pertama desaigner itu merasa tidak cukup ilmu sehingga tidak percaya diri untuk mendesaign, atau yang kedua desaigner tersebut merasa ilmunya cukup tapi ragu untuk mendesaign. Apapun kemungkinannya, yang pasti desaigner itu tidak bisa mempertanggung jawabkan profesinya sebagai disaigner. Padahal jika dikerjakan dengan percaya diri, dia sangat berpotensi untuk mendesaign jauh lebih baik ketimbang orang lain, namun akibat dari pada sikap skeptisnya, selamanya dia mesti bertumpu dengan orang lain.

Sekarang ini kita dihadapkan dalam fenomena tersebut, kita memiliki kemampuan namum ragu dengan kemampuan kita, dan kita yang belum menemukan kemampuan namun malas menggali kemampuan yang ada pada diri kita. Akibatnya kita mengaharapkan orang lain untuk memberikan kenyaman. Oleh sebab itu mari kita hilangkan skeptisime dengan cara mendaur ulang kecemasan menjadi sikap pecaya diri.

Filsafat Hegel tentang dialetika, memberikan pemahaman kepada kita, bahwa tantangan terberat dalam sebuah organisasi bukanlah datang dari luar, melainkan lahir dari dalam organisasi itu sendiri. Hegel membagi kedalam tiga point penting, yaitu Tesis, Antitesis dan Sintesis. Tesis untuk menjadi Sintesis, Tesis terlebih dahulu mesti di uji oleh Antitesis. Dalam hal ini orang banyak salah kaprah, sebagian orang menganggap Antitesis datang dari faktor eksternal. Padahal bila kita cermati lebih jauh, sesungguhnya Antitesis datangnya dari dalam, yaitu dari diri tesis sendiri. Tesis menguji dirinya sendiri agar bisa menjadi sintesis. Begitu juga ditubuh organisasi, justru yang menguji tubuh organisasi bukanlah datang dari luar, melainkan lahir dari tubuh organisasi itu sendiri. Oleh karena itu marilah kita mencermati antitesis yang sedang menguji tubuh organisasi kita saat ini. Supaya organisasi tempat kita bernaung dapat memberi peneduhan kepada lingkungan sekitarnya.

Dan terakhir Saya menyampaikan bahwa waktu tidak akan menunggu kita berbuat, karena itu berbuatlah sampai waktu mengharuskan kita mati. Sekecil apapun yang engkau perbuat, lebih berarti ketimbang besarnya omongan yang kau ucapkan.


Sekian dan Terima Kasih

Komentar